Senin, Desember 28, 2009

PERTAHANAN WILAYAH PERBATASAN INDONESIA



oleh : YUNIARTI, S.H., MH
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Lautan merupakan bagian penting yang yang ada di bumi karena 70% atau 140 juta mil persegi dari permukaan bumi ini terdiri dari laut. Lautan memiliki fungsi sebagai jalan raya yang menghubungkan suatu bangsa dengan bangsa lain keseluruh pelosok dunia untuk berbagai macam kegiatan dengan kekayaan sumber daya perikanan yang vital bagi kehidupan manusia dan kekayaan sumber daya mineral yang terkandung di dasar laut itu sendiri. Perhatian yang ditujukan terhadap kekayaan-kekayaan dasar laut telah merubah hukum laut yang bersifat unidimensional menjadi pluridimensional yang sekaligus merombak filosofi dan konsepsi hukum laut masa lalu.
Majelis umum Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 1976 membentuk suatu badan yang bernama United Nations Seabed Committee yang menghasilkan konvensi PBB tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tanggal 10 Desember 1982 pada Konferensi Hukum Laut III atau United Nations Conference on the Law of the Sea III di Montego Bay, Jamaica. Konvensi ini merupakan perwujudan dari usaha masyarakat internasional untuk mengukur masalah kelautan secara menyeluruh yang penyusunannya memakan waktu selama 10 tahun. Pengaturan dalam konvensi ini merupakan pembaharuan dibidang hukum kelautan karena berbagai ketentuan hukum baru mengenai hukum laut disepakati oleh Negara-negara anggota, diantaranya adalah pengaturan mengenai rejim Negara kepulauan, Zona Ekonomi Ekslusif 200 mil, lebar laut wilayah, landas kontinen dan berbagai langkah pengamanan turut diatur oleh konvensi ini.
Bagi bangsa Indonesia konvensi ini memiliki arti yang sangat penting, karena untuk pertama kalinya asas Negara kepulauan atau Wawasan Nusantara yang dicetuskan melalui Deklarasi Juanda 1957 diakui oleh masyarakan Internasional sebagai bagian dari konvensi hukum laut baru. Hal lain mengenai pentingnya konvensi hukum laut ini bagi Indonesia adalah bahwa konvensi ini merupakan dasar bagi penyusunan hukum laut di Indonesia beserta pertahanan keamanan maritim Indonesia.
Asas Negara kepulauan yang memiliki pengertian selain memiliki kelebihan juga memiliki konsekuensi pengawasan yang lebih komprehensif bagi Negara yang bersangkutan, bagi Indonesia permasalahan ini meliputi aspek fisik dan aspek non fisik. Aspek-aspek fisik diantaranya adalah:
1. Persoalan mengenai lintas damai perdagangan laut. Untuk hal ini ada tiga permasalahan yang dapat kita kaji, yaitu:
Pertama. 25% perdagangan dunia onboard dalam merchant ship melintasi jalur lalu lintas internasional melalui Indonesia, pada tahun 2000 sekitar 22.000 milyar menjadi 35.000 milyar ton pada tahun 2010, dan 41.000 milyar ton pada tahun 2014. Dimana perdagangan tersebut dibawa oleh sekitar oleh sekitar 50.000-60.000 kapal dagang setiap tahunnya melintasi jalur lalu lintas internasional yang melintasi perairan Indonesia.
Kedua. Intervensi dan Inisiatif oleh negara-negara besar yang kepentingannya (ekonomi perdagangan dan perang melawan terorisme) tidak ingin terganggu di kawasan perairan Indonesia. Hal ini tentunya didorong oleh tujuan mereka untuk mengamankan jalur perdagangan laut dan kontrol atas barang-barang yang diangkut oleh kapal-kapal yang melalui jalur tersebut.
Ketiga. Penyelundupan baik manusia, senjata ringan, dan narkotika. Ratusan ribu pucuk senjata ringan (Small Arm and Light Weapon) selundupan beredar di kawasan Asia Tenggara tiap tahunnya dan lebih dari 80 persen dari penyalurannya melewati laut. Daerah-daerah sekitar Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) selalu rawan terhadap kegiatan-kegiatan kejahatan internasional, penyelundupan manusia dan senjata, dan infiltrasi. Hal ini tentunya sangat terkait dengan kegiatan teorisme dan separatisme di Indonesia.
Dari ketiga alasan tersebut di atas, membuktikan bahwa Indonesia berada dalam sebuah situasi dan kondisi yang tepat dan sesuai untuk datangnya ancaman dari kekuatan eksternal yakni intervensi negara lain yang ingin mengamankan kepentingannya dan pihak non-negara seperti kelompok teroris dan sindikat penyelundupan internasional yang memanfaatkan jalur laut internasional. Selain itu, Indonesia juga memiliki ancaman dari internal seperti dari kelompok pemberontak atau separatis yang mendapatkan pasokan persenjataan dari penyelundupan senjata yang beredar di sekitar perairan Indonesia karena adanya jalur laut internasional dan lemahnya pengawasan dan pengamanan patrol laut oleh pihak militer Indonesia.

2. Pengamanan pulau-pulau terluar Indonesia
Pulau-pulau terluar Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau kecil seringkali merupakan hal yang kurang diperhatikan keberadaannya oleh pemerintah Indonesia, kasus Sipadan dan Ligitan merupakan salah satu contoh lemahnya pengawasan Indonesia terhadap pulau-pulau kecil, yang dimanfaatkan oleh pihak asing untuk memelihara pulau-pulau tersebut sehingga diperoleh dokumentasi dan bukti-bukti pengelolaan, hal ini tentunya merugikan Indonesia apabila tidak segera mengambil langkah prefentif mengenai pengelolaan pulau-pulau terluar, karena penghitungan batas terluar diambil dari pulau terluar Indonesia.

3. Sarana penunjuk daerah perbatasan laut
Sarana penunjuk daerah perbatasan laut merupakan hal penting yang harus diperhatikan terutama bagi Negara-negara dengan perbatasan laut yang sangat kecil, misalnya perbatasan selat Malaka. Minimnya luas selat Malaka yang tidak mencapai batas yang ada dalam ketentuan internasional mengakibatkan perlunya kesepakatan antara Negara-negara tetangga, sehingga perbatasan laut pun dicapai dengan kesepakatan para pihak. Pentingnya sarana penunjuk perbatasan adalah untuk mempermudah pengawasan dan pengamanan daerah laut, misalnya dengan pembuatan mercu suar. Namun, permasalahan tingginya dana yang diperlukan untuk pembangunan sebuah mercu suar menyebabkan adanya permasalahan baru bagi Negara.

4. Pengelolaan daerah bawah laut
Daerah bawah laut merupakan daerah yang paling kaya akan sumber kekayaan mineral, seperti minyak dan gas bumi, pospor, tembaga, emas, linen berlian dan sumber-sumber lain . Kondisi ini bukan hanya merupakan fenomena geografis dan geologis tetapi juga merupakan fenomena ekonomis, karena banyaknya pihak yang ingin mengambil keuntungan dari kekayaan alam yang terdapat dibawah laut. Kemajuan teknologi juga menjadi salah satu pendorong kemajuan hukum laut, diantaranya adalah penanaman pipa dan kabel dasar laut beserta seluruh kegiatan penelitian dasar laut. Kasus Ambalat merupakan salah satu contoh kasus mengenai banyaknya kepentingan pihak-pihak pada sebuah landas kontinen atau dasar laut.
Dari keseluruhan permasalah diatas dapat dikaji bahwa masalah yang paling utama dari keseluruhan permasalahan menyangkut aspek kewilayahan suatu Negara yang meliputi aspek kedaulatan dan hak berdaulat secara nyata terhadap negaranya. Hal ini dapat dilihat dari perbatasan wilayah sebuah Negara dengan Negara lain, baik perbatasan darat maupun laut. Kondisi saat ini, pengelolaan batas wilayah Negara baik batas di darat maupun di laut belum tuntas sepenuhnya. Permasalahan ini hanya dapat dituntaskan secara lintas sektoral antara berbagai pihak yang terlibat.

2. Rumusan Masalah
Menghadapi permasalahan yang disebutkan diatas, pemerintah harus segera melakukan upaya-upaya hukum untuk melindungi dan mempertahankan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu perlu dikaji upaya-upaya yang dapat ditempuh oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka penanganan permasalahan perbatasan maritim Republik Indonesia?





BAB II
PEMBAHASAN


1. Indonesia Sebagai Negara Kepulauan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki ± 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang108.000 km. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982, Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,2 juta km2 yang terdiri dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta km2 dan laut teritorial seluas 0,3 juta km2. Selain itu Indonesia juga mempunyai hak eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya kelautan dan berbagai kepentingan terkait seluas 2,7 juta km2 pada perairan Zona Ekonomi Eksklusif (sampai dengan 200 mil dari garis pangkal).
Kurang lebih 6 juta km persegi wilayah Indonesia berupa lautan yang sangat mempengaruhi iklim dan cuaca seluruh wilayah. Dipandang dari sifat alami, maka lingkungan laut Indonesia memperlihatkan sifat integral antara unsur laut dan darat. Secara ekologis, hal ini merupakan dasar ilmiah dan alami bagi konsep wawasan nusantara sebagai wujud kesatuan geografis, yang menjadi dasar kesatuan politis, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan.
Definisi yang diberikan terhadap Negara kepulauan ialah sebagai Negara-negara yang terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain, sedangkan berdasarkan konsep yuridis yang dimaksud dengan “kepulauan” adalah suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian.
Kemudian konvensi ini menentukan bahwa untuk kepentingan penentuan zona maritim, Negara-negara kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan (straight archipelagic baselines) sampai sejauh 100 mil laut, yang menghubungkan titik-titik paling luar dari pulau-pulau paling luar dan batu-batu karang. Selama perbandingan ratio air dan daratan tidak melebihi sembilan berbanding satu dengan ketentuan bahwa wilayah yang dihasilkan tidak memotong Negara lain dari laut lepas dan zona ekonomi eksklusif.

Sebagai negara kepulauan, wilayah maritim merupakan kawasan strategis dengan berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya sehingga berpotensi menjadi prime mover pengembangan wilayah nasional. Bahkan secara historis menunjukan bahwa wilayah maritim ini telah berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat karena berbagai keunggulan fisik dan geografis yang dimilikinya. Secara sederhana, pembangunan wilayah maritim diartikan sebagai pembangunan wilayah yang terkait dengan sumber daya kelautan. Wilayah kelautan Indonesia mencakup: (a) perairan kepulauan dan wilayah laut teritorial sampai 12 mil laut, (b) zona ekonomi eksklusif (ZEE) 200 mil, dan (c) landas kontinen. Luasnya wilayah kepulauan yang harus diawasi merupakan permasalahan yang harus ditindaklanjuti agar pemerintah melalui aparatur negaranya tidak lengah dalam melakukan tugas untuk mengawasi wilayah laut kepulauan Indonesia.

2. Perbatasan wilayah laut Indonesia
Dalam bahasa Inggris perbatasan sering disebut dengan border, boundary atau frontier. Perbatasan merupakan salah satu manifestasi penting dalam suatu Negara dan bukan hanya suatu garis imajiner diatas permukaan bumi, melainkan suatu garis yang memisahkan suatu daerah dengan daerah lainnya. A.E. Moodie menyatakan bahwa boundary adalah garis-garis yang mendemarkasikan batas-batas terluar dari suatu Negara. Dinamakan Boundary karena berfungsi mengikat (bound) suatu unit politik. Sedangkan frontier mewujudkan jalur-jalur (zona) dengan lebar beraneka yang memisahkan dua wilayah berbeda Negara. Pengaturan perbatasan harus ada supaya tidak timbul kekalutan, karena perbatasan merupakan tempat berakhirnya fungsi keadulatan suatu Negara dan berlakunya keadulatan Negara lain.
Seperti halnya negara-negara berkembang lainnya di kawasan Asia, masalah perbatasan merupakan masalah yang kerap dihadapi. Tumpang tindih pengaturan ZEE dengan beberapa Negara tetangga juga berpotensi melahirkan friksi dan sengketa yang dapat mengarah pada konflik internasional. kaitannya dengan hubungan Indonesia-Malaysia, masalah perbatasan dapat terlihat dalam kasus Selat Malaka dimana kawasan perairan tersebut diklaim oleh beberapa negara yaitu Singapura, Malaysia, dan termasuk Indonesia. Selat Malaka merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang menghubungkan antara negara-negara barat dengan negara-negara timur, sehingga kawasan ini merupakan kawasan yang strategis bagi jalur perdagangan. Masalah Selat Malaka sempat akan diinternasionalisasikan, meskipun pada akhirnya cukup negara-negara pantai yang menjaga perairan tersebut, yaitu Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Penjagaan Selat Malaka dilakukan dengan cooperative security, dimana masing-masing angkatan laut negara-negara pantai melakukan patroli bersama di sekitar wilayah perairan selat Malaka. Hingga sekarang masih belum jelas status dari Selat Malaka merupakan bagian dari wilayah negara mana.

3. Pertahanan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Kepentingan strategis yang bersifat tetap adalah penyelenggaraan usaha pertahanan negara untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI, serta keselamatan dan kehormatan bangsa dari setiap ancaman, baik yang berasal dari luar maupun yang timbul di dalam negeri. Dalam melaksanakan kepentingan pertahanan yang bersifat tetap, bangsa Indonesia senantiasa berpegang prinsip sebagai bangsa yang cinta damai tetapi lebih cinta pada kemerdekaan dan kedaulatannya. Sedangkan dalam menjamin kepentingan pertahanan yang bersifat tetap, penyelenggaraan pertahanan dilaksanakan dengan sistem kesemestaan, melibatkan seluruh rakyat dan sumber daya, serta sarana dan prasarana nasional sebagai satu-kesatuan pertahanan.
Kepentingan strategis yang bersifat mendesak pada dasarnya tidak bias dipisahkan dari kepentingan strategis pertahanan yang bersifat tetap. Kepentingan strategis pertahanan yang bersifat mendesak ini lebih diarahkan untuk mengatasi isu keamanan aktual, yaitu tindakan yang dapat mengganggu kedaulatan dan keutuhan NKRI, serta gangguan terhadap keselamatan dan kehormatan bangsa. Kerjasama internasional di bidang pertahanan diperlukan sebagai alat diplomasi pertahanan. Dengan kata lain, kerjasama internasional bidang pertahanan merupakan salah satu langkah visioner untuk modernisasi pertahanan dalam kancah diplomasi serta training-training bersama secara militer. Visi strategis pertahanan Indonesia sudah selayaknya diapresiasi dan disikapi oleh segenap anak bangsa, agar implementasi kebijakan pertahanan Indonesia benar-benar dihayati sebagai maknanya dalam Preambule UUD 1945. berbagai macam upaya dapat ditempuh pemerintah dalam mempertahankan pertahanan dan keamanan wilayah NKRI, diantaranya adalah :
● Deterrence
Indonesia perlu mengembangkan konsep deterrence atau penangkalan. Dengan adanya deterrence ini diharapakan dapat memberikan dampak psikologis terhadap negara-negara yang akan melakukan serangan militer ke Indonesia atau melakukan tindakan-tindakan lainnya sehingga mereka akan mengetahui efeknya jika mereka berani macam-macam terhadap wilayah Indonesia dan jika terjadi serangan balasan (retaliation). Salah satu langkah untuk mewujudkan deterrence tersebut yaitu dengan melakukan modernisasi atau pembangunan kekuatan militer Indonesia. Pembaharuan persenjataan benar-benar dilakukan, tidak hanya sekedar perawatan persenjataan yang telah ada tetapi kita perlu membeli senjata dan peralatan tempur lainnya yang modern juga memiliki teknologi yang canggih untuk melindungai wilayah NKRI ini.
Modernisasi perlu dilakukan, terutama dalam Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU) juga stabilisasi dalam Angkatan Darat (AD) untuk mempertahankan wilayah NKRI dari ancaman yang datang baik dari luar maupun dalam negeri. Modernisasi di AL harus dilakukan karena kemampuan militer armada laut kita sangat minim apalagi jika dibandingkan dengan luas wilayah Indonesia
Kawasan-kawasan perbatasan atau daerah-daerah yang dianggap rawan harus dijaga secara intensif seperti perairan Selat Malaka, Pulau Kalimantan, kawasan Natuna, dan daerah lain yang berbatasan atau berhubungan dengan negara Malaysia. Konsep detrrence bukan berarti tanpa resiko dapat menimbulkan dampak lain bagi hubungan antar negara. Deterrence yang diikuti dengan modernisasi/pembangunan kekuatan militer dapat memunculkan kecurigaan dari negara lain atas pembangunan tersebut. Misalnya, untuk mendukung modernisasi militer maka Indonesia harus meningkatkan anggaran belanja pertahanannya dari rata-rata 1% PDB menjadi diatas 1% atau 3%-5% dari PDB agar dapat mengejar ketertinggalannya. Hal ini dapat direspon oleh negara lain sebagai ancaman dan ikut membangun kekuatan militer negaranya sehingga mengakibatkan terjadinya perlombaan senjata (Arms Race) diantara negara-negara. Yang dapat dilakukan untk menghindari kecurigaan dan ketegangan, dalam pembangunan militernya Indonesia harus jelas kearah mana, misalnya bisa kearah non-provocative defence. Pengembangan kapasitas pertahanan kita sebenarnya dapat dilandaskan pada prinsip ini sehingga tidak menstimulasi kekhawatiran negara lain dan jelas untuk meyakinkan masyarakat internasional.

● Preventive Diplomacy
Tidak semua persoalan dapat diselesaikan dengan jalan militer untuk mencapai suatu penyelesaian. Kebanyakan untuk menyelesaikan masalahnya, Indonesia dengan Malaysia melakukan hubungan diplomasi untuk membicarakan dan melakukan lobi-lobi menyangkut permasalahan yang dihadapi kedua negara. Indonesia perlu menggalakan upaya preventive diplomacy untuk mencegah segala bentuk permasalahan yang dihadapi dengan berkembang mejadi konflik militer. Dalam pelaksanaannya, diplomasi yang dilakukan harus diaksanakan oleh orang-orang yang ahli dalam berdiplomasi dan mengerti akan masalah yang tengah dihadapi sehingga kepentingan-kepentingan kita dapat tersampaikan dalam berbagai perundingan.
Semenjak lahirnya Negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsip-prinsip hubungan internasional, hukum internasional dan diplomasi. Dalam hubungannya satu sama lain negara-negara mengirimkan utusannya untuk berunding dengan negara lain dalam rangka memperjuangkan dan mempertahankan kepentingannya masing-masing selain mengupayakan terwujudnya kepentingan bersama. Cara-cara dan bentuk yang dilakukan dalam melakukan pendekatan dan berunding dengan Negara lain untuk mengembangkan hubungan tersebut dinamakan diplomasi yang dilaksanakan oleh para diplomat. Selanjutnya pembukaan dan pemeliharaan diplomatik dengan Negara lain, atas dasar kesamaan hak, merupakan manifestasi nyata dari kedaulatan suatu Negara.
Preventve diplomacy perlu dilakukan Indonesia setidaknya untuk membangun komunikasi dan saling pengertian diantara kedua negara sehingga Indonesia diharapkan dapat mengantisipasi permasalahan yang ada agar tidak muncul ke permukaan dan mengakibatkan terjadinya konflik. Kemungkinan-kemungkinan konflik inilah yang harus dikelola melalui preventive diplomacy. Selama ini upaya diplomasi Indonesia dipandang masih kurang dalam menangani masalah-masalah dengan Malaysia. Seperti yang terjadi pada kasus Sipadan-Ligitan.
Preventive diplomacy mencakup berbagai tindakan: conflict avoidance, preventive action, conflict management, conflict resolution, dan lain-lain. Semua istilah-istilah tersebut bertujuan sama yaitu mengelola konlik pada tahap paling awal dianggap lebih “manusiawi”, tidak mengeluarkan biaya banyak dan lebih manageable daripada saat konflik tersebut telah menginjak pada tahap yang lebih maju dan lebih luas. Diharapkan dengan melakukan preventive diplomacy Indonesia dapat menjaga hubungan baik dengan “menekan” konflik-konflik yang akan muncul.

● Cooperative Security
Kerja sama keamanan (cooperative security) memang perlu dilakukan oleh Indonesia, mengingat banyaknya masalah-masalah yang terjadi di kawasan-kawasan perbatasan. Setidaknya dengan dilakukannya kerja sama kemanan dapat meredam konflik yang terjadi. Seperti yang dilakukan di Selat Malaka, cooperative security dilakukan dengan patroli bersama di perairan tersebut dengan begitu Indonesia, Malaysia, Singapura tidak terlibat dalam peperangan namun penjagaan wilayah yang diklaim masing-masing negara. Cooperative security dapat meminimalisir terjadinya ekskalasi konflik dan meningkatkan kerja sama antar negara di bidang pertahanan dan keamanan.
Masalah piracy, illegal logging, termasuk masalah TOC dan transboundary issues lainnya memang tantangan besar bagi kita, tapi merupakan bentuk konflik lain sehingga Indonesia tidak perlu mencurahkan dana terlalu besar. Indonesia lebih baik melakukan cooperative security dengan menjaga perairan beramai-ramai mengingat keterbatasan kapasitas pertahanan maritim Indonesia dengan demikan efisiensi juga dapat tercapai. Indonesia dan Malaysia juga perlu mengadakan latihan militer gabungan berkaitan dengan banyaknya masalah kemanan yang muncul di sepanjang perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia diamana latihan gabungan ini meliputi aspek darat, samudera, dan angkasa. Diharapkan dengan adanya latihan gabungan ini hubungan angkatan bersenjata kedua negara dapat kembali pulih, karena sifat kerja sama kemanan ini adalah lintas batas negara maka perlu dilakukan koordinasi peraturan atau hukum antara Indonesia dengan Malaysia. Hal ini perlu dilakukan agar dalam penanganan kasus-kasus seperti piracy, penyaluran TKI ilegal, atau ilegal logging agar jelas siapa yang berwenang atau bertugas dan bagaiamana penanganan kasus-kasus tersebut sehingga tidak saling bertentangan satu sama lain.
Kedua negara harus memiliki sistem untuk bersama-sama mengantisipasi dan mengatasi persoalan keamanan. cooperative security dapat dijadikan langkah awal di lapangan atau di lokasi terjadinya permasalahan (dispute) agar tidak terjadi konflik yang lebih luas sehingga Negara dapat menentukan langkah selanjutnya untuk mengatasi persoalan atau sengketa tersebut. Semua upaya-upaya diatas memang beberapa konsep yang dapat dilakukan dan bertujuan agar dapat dilaksanakan dalam tindakan riil. Dalam pelaksanaannya, konsep-konsep itulah yang dapat dijadikan patokan atau acuan untuk mengarahkan berbagai usaha dan upaya agar membentuk Indonesia yang lebih kuat dan maju. Indonesia dapat menjadi kuat untuk menjaga wilayahnya (dengan segala potensinya) dan kepentingannya baik dari segi pertahanan kemanan maupun dari segi diplomasi.
Upaya-upaya yang telah disebutkan diatas merupakan sebagian kecil dari berbagai upaya yang dapat ditempuh oleh Indonesia dalam rangka menjaga hubungan baik dengan Negara-negara tetangga. Postur pertahanan (defence posture) merupakan “wujud kemampuan dan kekuatan serta gelar Hankamneg yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan strategi dalam mencapai sasaran dan tujuan Hankamneg.” Menurut pengertian di atas, postur pertahanan memiliki tiga aspek utama, yakni kemampuan (capability), kekuatan (force) dan gelar (deployment). Menurut Oxford Dictionary of U.S. Military, kemampuan adalah “forces or resources giving a country or state the ability to undertake a particular kind of military action” (kekuatan atau sumber daya yang memberi kebisaan sebuah negara untuk menjalankan tindakan militer tertentu). Sementara, secara luas, kekuatan dapat didefinisikan sebagai elemen-elemen tempur dari keseluruhan struktur pertahanan (the fighting elements of all defence structure). Dan, gelar adalah tata sebar dari kekuatan. Ketiga aspek tersebut, melalui suatu sinergi, ditujukan untuk mendukung strategi dalam mencapai tujuan pertahanan negara.
Berdasarkan pengertian postur pertahanan yang menjadi acuan Dephan, sebuah penilaian atas postur pertahanan harus dimulai dengan pembahasan mengenai tujuan pertahanan negara, serta strategi apa yang dijalankan untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut. Menurut pasal 4 UU No. 3 tahun 2001 tentang Pertahanan Negara, tujuan utama pertahanan negara adalah “untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.” Khusus dalam hal pertahanan negara dalam menghadapai ancaman militer, pasal 7 ayat 2 menegaskan bahwa sistem pertahanan negara menempatkan TNI sebagai komponen utama.
Tujuan utama demikian pada hakekatnya merupakan kepentingan strategis pertahanan yang bersifat tetap. Oleh karena itu, secara operasional tentunya harus dijabarkan ke dalam bentuk upaya mengatasi berbagai ancaman dan tantangan terhadap tujuan utama itu sendiri dalam kurun waktu dan dimensi geografis tertentu. Dengan kata lain, penilaian terhadap postur pertahanan secara esensial merupakan penilaian terhadap efektifitas dan efisiensi kekuatan pertahanan negara (khususnya TNI) dalam mengelola dan mengatasi berbagai ancaman dan tantangan yang secara aktual dan nyata dihadapi.
Dalam hal ini, Buku Putih Pertahanan (BPP) Indonesia menyatakan bahwa sasaran penyelenggaraan pertahanan negara adalah untuk “mencegah dan mengatasi ancaman keamanan tradisional dan non-tradisional.” Kemungkinan ancaman tradisional dalam waktu dekat, baik berupa agresi dan invasi, dinilai kecil. Namun, untuk kepentingan pembangunan postur pertahanan secara komprehensif, potensi ancaman tradisional perlu dijabarkan secara operasional. Kalaupun kecil kemungkinan akan adanya ancaman agresi dan invasi terhadap Indonesia, ancaman berupa infiltrasi dan intrusi kekuatan asing ke wilayah yurisdiksi Indonesia tidak dapat diabaikan begitu saja. Bentuk ancaman ini jelas mengancam “tegaknya kedaulatan Indonesia,” yang dinyatakan sebagai tujuan utama pertahanan negara.
Meskipun diakui bahwa kemungkinan ancaman tradisional tetap tidak dapat diabaikan, BPP menilai bahwa “ancaman yang dihadapi bangsa Indonesia lebih besar kemungkinannya yang berasal dari ancaman non-tradisional.” Ancaman-ancaman itu kemudian diidentifikasikan kedalam bentuk konkrit berupa:
(1) terorisme,
(2) separatisme,
(3) radikalisme,
(4) konflik komunal,
(5) kerusuhan sosial,
(6) perompakan dan pembajakan di laut,
(7) imigrasi ilegal,
(8) penangkapan ikan ilegal dan pencemaran laut, dan
(9) penebangan kayu ilegal dan penyelundupan.
Dalam hal ancaman tradisional, selain dari hanya menyatakan “menjamin eksistensi kekuatan pertahanan yang mampu tetap memelihara tegaknya kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI,” BPP masih belum menjabarkan secara konkrit kemungkinan-kemungkinan ancaman yang akan dihadapi. Sementara, dari berbagai jenis ancaman non-tradisional di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan kekuatan pertahanan Indonesia dewasa ini lebih terfokus pada upaya untuk menangani dua jenis persoalan keamanan nasional, yakni konflik-konflik internal (internal conflicts) dan ancaman berbasis maritim (maritim-based threats), yang pada dasarnya membutuhkan kemampuan menjalankan lower level operations. Dalam menghadapi ancaman non-tradisional akan digunakan kekuatan TNI baik sebagai komponen utama maupun sebagai pendukung, tergantung jenis ancaman yang dihadapi.


BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN

Dalam hubungan bernegara memang tidak selamanya berjalan harmonis pasti terdapat beberapa potensi persoalan yang dapat menggoyahkan hubungan antar negara. Setiap persoalan yang terjadi dapat menimbulkan dua dampak yang berbeda bagi negara, dampak tersebut dapat berupa kerja sama atau konflik. Terkadang dalam suatu konflik, satu aspek yang terkena konflik dapat merambat ke aspek-aspek lainnya. Untuk menjaga agar tidak terulang lagi atau setidaknya mengantisipasi konflik-konflk yang dapat terjadi, Indonesia harus melakukan berbagai upaya untuk mengatasi konflik dan meningkatkan posisi tawar (bargaining position). Segala upaya yang dilakukan bertujuan agar kelak tidak ada lagi permasalahan yang mengganggu hubungan kerja sama antar Negara yang bersengketa.
Pada dasarnya hubungan antar negara dipengaruhi oleh kepentingan masing-masing negara dan hubungan antar negara dapat berjalan dengan baik jika kepentingan-kepentingan tersebut tidak saling berbenturan. Masalah perbatasan merupakan masalah yang seringkali menjadi masalah yang cukup sensitive antar Negara yang saling berdekatan. Hubungan angtar Indonesia dan Negara-negara tetangga sebenarnya dapat dikatakan telah berjalan cukup baik, hanya tinggal bagaimana negara-negara tersebut saling menghormati dan menghargai satu sama lain, mengantisipasi dan mengelola potensi konflik, dan akhirnya mengembangkan kerja sama bilateral yang saling menguntungkan di berbagai bidang (poleksosbud hankam). Cara-cara yang dapat digunakan salah satunya adalah melalui diplomasi yang baik. Kerja sama keamanan (cooperative security) memang perlu dilakukan oleh Indonesia, mengingat banyaknya masalah-masalah yang terjadi di kawasan-kawasan perbatasan


2. SARAN
Walaupun berbagai upaya telah dilakukan Indonesia untuk mengatasi berbagai persoalan perbatasan dengan Negara-negara tetangga, namun, masalah yang dihadapi masih juga belum bisa terselesaikan. Agar masalah yang dihadapi dapat segera terselesaikan maka jalan yang harus ditempuh harus lebih tersistematis dan mendapatkan dukungan lintas sektoral dari pihak-pihak yang terkait di dalam negeri, baik dari departemen luar negeri maupun angkatan pertahanan Indonesia.

1 komentar:

  1. nais post....teruskan menulis apa yg ingin kau tulis,,,smoga bermanfaat bagi bangsa dan negara...maju terus pantang mundur...
    MERDEKA!!!!!

    BalasHapus