Selasa, Desember 29, 2009

Investasi dan Public Health

Oleh : YUNIARTI, S.H.., M.H.

Investasi atau penanaman modal pada dasarnya merupakan kebutuhan mutlak suatu negara agar dapat meningkatkan produktifitas nasional, sehingga mampu meningkatkan pendapatan nasional dan pada akhirnya dapat mendorong peningkatan kualitas kesejahteraan rakyatnya. Hal ini terutama terjadi pada negara-negara berkembang yang mengandalkan sumber investasi yang berasal dari bantuan luar negeri atau investasi asing. Negara-negara tersebut sadar bahwa untuk membangun negaranya berasal dari sektor pembangunan publik dan sektor swasta yang kebanyakan berasal dari luar negeri. Penanaman modal dalam suatu negara hadir dengan dua cara, yaitu melalui penanaman modal secara langsung atau investasi secara langsung (Foreign Direct Investment selanjutnya disebut dengan FDI) dan penanaman modal secara tidak langsung atau investasi tak langsung (Indirect Foreign Investment). Investasi tak langsung pada umumnya merupakan penanaman modal jangka pendek yang mencakup kegiatan transaksi di pasar modal dan di pasar uang.
Penanaman modal asing secara langsung memerankan fungsi yang sangat penting dalam perekonomian dunia, juga diakui sebagai kunci penentu dalam perdagangan global yang menjadi bagian integral dengan standar hidup yang lebih tinggi dengan kemakmuran ekonomi. Walaupun demikian kehadiran investor asing dalam suatu negara yang berdaulat memang sering diikuti dengan berbagai pendapat dengan argumentasi masing-masing. Pendapat tersebut antara lain mengemukakan kehadiran investor asing dapat mengancam industri dalam negeri sendiri dan mungkin mengancam kedaulatan negara.
Namun, pada sisi lain ada pendapat yang menyatakan bahwa FDI membawa kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi di host country. Keuntungan penanaman modal bagi host country secara teoritis kiranya dapat dikemukakan, bahwa kehadiran investor asing di suatu negara memiliki manfaat yang cukup luas. Manfaat yang dimaksud adalah kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima modal; dapat menciptakan demand bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku; menambah devisa terutama bagi investor asing yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak, adanya alih teknologi maupun alih pengetahuan.
Upaya-upaya dalam rangka melindungi kepentingan nasional dan memaksimalkan keuntungan yang sebesar-besarnya dalam memanfaatkan masuknya modal asing menyebabkan banyak negara penerima modal menerapkan rejim hukum yang bersifat “mengatur” sebagai upaya untuk memanfaatkan dan meningkatkan keuntungan dari penanam modal secara langsung serta untuk mengatur aktifitas perusahaan-perusahaan asing sejalan dengan kepentingan ekonomi nasionalnya. Kemampuan negara untuk mengatur investor tersebut dibutuhkan karena negara membutuhkan modal dalam membangun berbagai sektor. Modal disini tidak semata-mata berupa dana segar (fresh money), akan tetapi juga menyangkut teknologi (technology), keterampilan (skill) serta sumber daya manusia (human resources).
Adanya hubungan yang timbal balik yang baik antara negara pemodal dan penerima modal ini harus didukung oleh perangkat hukum yang baik dalam lingkup nasional, bilateral dan multilateral dalam bidang investasi. Kebijakan dan pengaturan hukum di bidang investasi terutama menyangkut :
1. Bagaimana cara menarik investor tanpa menimbulkan masalah yang merugikan devisa nasional dan sumber-sumber lainnya;
2. Bagaimana untuk melindungi kepentingan investor dan pada saat yang sama menjaga dominasinya dan efek negatif seminimum mungkin;
3. Bagaimana cara agar mengatur hukum dan sistem perpajakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan investor asing.
Jalan keluar dari ketiga permasalahan tersebut adalah adanya ketentuan hukum sebagai penyeimbang ketiganya, yaitu agar investasi dapat memberikan keuntungan bagi host country dan memberikan kesejahteraan terhadap masyarakat bersamaan dengan tetap terjaminnya kepentingan investor. Penetapan kebijakan bagi penanaman modal ini tidak terlepas juga dari berbagai pertimbangan, antara lain yang menyangkut hak asasi manusia dan lingkungan, kesehatan, keamanan dan pertahanan negara, keuangan negara dan lain sebagainya
Kehadiran Multinational Corporations (selanjutnya disebut dengan MNC) pada era global dengan membawa modal besar dan teknologi maju sering menimbulkan kontroversi antara tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan teknologi atau justru menciptakan jurang kesenjangan dan ketergantungan antara negara maju dan berkembang. Berbagai konflik yang timbul biasanya diakibatkan oleh adanya perbedaan kepentingan. Salah satu MNC terbesar di dunia adalah MNC yang bergerak di bidang farmasi. Faktor utama yang menyebabkan industri ini memiliki posisi yang sangat penting karena masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat umum dan menyangkut kepentingan suatu bangsa, terutama bagi wabah penyakit yang merupakan endemic di suatu negara seperti halnya Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), malaria, tuberculosis, dan penyakit lain yang mengancam populasi manusia.
Berkaitan dengan masalah-masalah yang melibatkan unsur kesehatan masyarakat karena terjadinya wabah penyakit yang melanda suatu negara mendorong ketentuan-ketentuan dalam WTO, World Health Organisation (WHO) dan Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPs) serta pembahasan-pembahasan negara-negara secara regional mengenai investasi berupaya untuk menyeimbangkan kepentingan para pihak yaitu antara kepentingan privat dan kepentingan publik. Satu sisi ketentuan itu berupaya untuk melindungi kepentingan privat perusahaan farmasi yang telah dengan biaya dan usaha yang besar mengadakan penelitian demi menemukan obat bagi penyakit tersebut dan pada sisi yang lain berupaya untuk mempromosikan public health bagi negara-negara anggota. Bagaimanapun, penerapan paten oleh industri farmasi telah mempengaruhi negara-negara berkembang dan kurang berkembang, karena membatasi mereka untuk menciptakan kebijakan tentang public health yang memadai bagi rakyatnya untuk mengakses obat-obatan.
Sebuah kasus di Afrika Selatan mengenai kebijakan pemerintah berkaitan dengan pelaksanaan paten oleh pemerintah dalam rangka mempromosikan Public health bagi masyarakatnya terjadi pada tahun 2001. Kasus ini terkait dengan usaha pemerintah Afrika Selatan untuk melawan wabah HIV/AIDS. Pemerintah Afrika Selatan mengesahkan A Medicines And Related Substances Control Amendment Act of 1997 and A Medicines And Medical Devices And Regulatory Act of 1998 yang memberikan kekuasaan pada menteri kesehatan untuk mengimpor obat generik atau perolehan lisensi untuk memproduksi sendiri obat yang bersangkutan, bahkan apabila harus berlawanan dengan hak paten yang dimiliki oleh perusahaan. Hadirnya undang-undang ini dengan dasar pertimbangan adanya lisensi wajib (compulsory licenses
Hal ini merupakan salah satu contoh adanya perbedaan kepentingan antara penanam modal dan negara penerima modal, yaitu antara perusahaan pemegang paten yang ingin meraih keuntungan sebesar-besarnya melalui paten yang dimiliki, negara sebagai anggota WTO yang harus melaksanakan perlindungan paten obat sesuai dengan standar internasional, dan negara sebagai pembela kepentingan nasional. Permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan di atas merupakan permasalahan-permasalahan yang menyangkut masalah kesehatan terutama public health atau kesehatan masyarakat.
Adanya masalah mengenai mahalnya harga obat-obatan di pasaran, sehingga menyulitkan masyarakat yang untuk mengakses obat-obatan tersebut tidak akan dijumpai apabila pemerintah dapat menciptakan kebijakan yang tepat mengenai investasi di bidang farmasi dengan MNCs yang bergerak di bidang tersebut. Ketersediaan pengaturan oleh WTO dengan memberikan kelonggaran di bidang public health dapat mendorong pemerintah untuk mewujudkan kesepakatan yang saling menguntungkan pihak pemerintah, investor dan masyarakat untuk mewujudkan harga obat yang terjangkau.
Mengingat pentingnya masalah kesehatan masyarakat dengan kata lain public health bagi suatu bangsa, maka permasalahan pokok yang akan adalah mengenai general exceptions yang berkaitan dengan public health terutama yang berkaitan dengan akses terhadap obat-obatan dalam hukum Investasi Indonesia. adapun rincian permasalahannya adalah :
“Kriteria berbagai persetujuan multilateral menyangkut general exception yang berkaitan dengan public health”

1. Kesehatan Masyarakat dan Penetapan Pandemi
Segala sesuatu yang menjadi ukuran untuk pencegahan suatu penyakit, mempromosikan kesehatan masyarakat, maupun untuk memperkenalkan kehidupan yang lebih baik dengan kesadaran terhadap kesehatan secara keseluruhan merupakan penegertian dari apa yang dimaksud dengan “Public Health”. Secara umum public health dapat kita artikan sebagai semua aturan yang mengatur mengenai penanggulangan suatu penyakit dan promosi kesehatan masyarakat.
Sejalan dengan pengertian tersebut C.E.A. Winslow pun memberikan pengertian yang sama mengenai public health, yaitu, “The science and art of preventing disease, prolonging life and promoting health through the organized efforts and informed choices of society, organizations, public and private, communities and individuals.” Fokus dari public health adalah untuk mencegah suatu penyakit yang dilakukan melalui pengawasan terhadap kasus-kasus kesehatan yang terjadi. Dalam hal ini perlakuan terhadap suatu penyakit bisa jadi merupakan hal yang vital untuk mencegah penyebaran penyakitnya, misalnya dengan pemberian vaksinasi maupun akses terhadap obat-obatan.
Indonesia mengenal adanya pembangunan kesehatan yang dinyatakan dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang mengatur secara tegas bahwa Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajad kesehatan masyarakat yang optimal. Sejalan dengan ini maka pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk mewujudkan pembangunan kesehatan yang memadai bagi rakyat.
Banyak negara berkembang dibayangi dengan maraknya wabah penyakit menular seperti HIV/AIDS, kanker, malaria, tuberkolosis, dan penyakit yang dewasa ini banyak menjangkit negara-negara Asia yaitu flu burung. Indonesia merupakan negara yang paling parah terkena dampak dari wabah flu burung, dibanding semua negara di dunia. Virus mewabah dalam populasi ternak, sedangkan kematian penduduk Indonesia mencapai 38% dari semua kematian manusia yang dilaporkan dari flu burung di dunia dan Indonesia merupakan negara berpenduduk terbesar ke empat di dunia, sehingga dapat kita bayangkan banyaknya kematian yang terjadi.
Penyebaran wabah penyakit menular sehingga dapat mengancam ketahanan suatu bangsa menjadi perhatian dunia. Hal ini terlihat dari adanya perkecualian dalam kesepakatan WTO terhadap bidang public health dan menjadi pembahasan yang lebih fokus pada deklarasi TRIPs and public health. Ketentuan dalam deklarasi ini berlandaskan pada adanya kesadaran adanya perlindungan HKI pada obat-obatan berakibat harga obat di pasaran menjadi mahal sehingga membatasi akses masyarakat dan negara-negara dunia ketiga terhadap obat-obat paten tersebut, padahal obat-obatan tersebut sangat dibutuhkan oleh negara-negara dunia ketiga. Hal ini kemudian mendorong ditetapkannya kesepakatan untuk mengadakan pengecualian dari hak paten ini dengan kriteria yang telah ditentukan, yaitu bahwa berdasarkan prinsip kedaulatan negara setiap negara berhak untuk menentukan sendiri kriteria penerapan pengecualian public health oleh suatu negara yang ditentukan berdasarkan ‘keadaan bahaya’ (emergency) dalam suatu negara ataupun kondisi yang bersifat ‘amat mendesak’ (extreme urgency) yang dapat dipahami bahwa termasuk kondisi kesehatan masyarakat, termasuk di dalamnya HIV/AIDS, TBC, malaria dan wabah penyakit menular (epidemic) lainnya dapat dianggap sebagai darurat nasional.
Perwujudan prinsip kedaulatan ini dapat diterapkan dalam hal penanaman modal. Pemerintah memiliki kedaulatan penuh untuk mengatur penanaman modal. Karena bidang penanaman modal merupakan bidang yang sarat dengan aturan, hal ini karena bidang ini bersinggungan dengan kepentingan masyarakat dan kepentingan negara secara luas. Dimungkinkannya penetapan status “emergency” berdasarkan kepentingan umum negara karena kepentingan masyarakat atas obat-obatan esensial yang murah dapat melatarbelakangi kebijaksanaan pemerintah dalam bidang penanaman modal. Tentunya penetapan tersebut harus terlebih dahulu diteliti mengenai status penyakit menular yang terjadi, tahap awal dari penetapan tersebut adalah diketahui adanya pandemi.
Epidemi itu sendiri merupakan wabah penyakit menular. Dari epidemi ini akan terbentuk pandemi, “a pandemic is an epidemic of infectious disease that spreads through populations across a large region; for instance a continent, or even worldwide.” Berdasarkan the World Health Organization (WHO) sebuah pandemic dapat diketahui apabila :
1) Emergence of a disease new to a population.
2) Agents infect humans, causing serious illness.
3) Agents spread easily and sustainably among humans.
Indikator awal yang paling efektif dari pengenalan adanya suatu wabah adalah dengan melalui pendeteksian penyakit yang dilakukan dengan melakukan sistem jejaring kesehatan yang dilakukan tenaga medis secara langsung, dengan demikian maka pengenalan terhadap penyakit ini bisa dipelajari secara lebih intensif. Pada bulan Februari 2004, virus avian influenza terdeteksi pada unggas di Vietnam. Timbul ketakutan bahwa adanya rekonstruksi antara virus influenza pada manusia dan hewan. Pada bulan oktober sampai februari 2005, sekitar 3.700 test kits Asian Flu virus secara tidak sengaja menyebar ke seluruh dunia. WHO memberikan pernyataan bahwa H5N1 belum dikategorikan menjadi pandemic karena belum dapat dibuktikan bahwa virus menyebar secara langsung dari manusia ke manusia.
Parameter inilah yang sedang diusahakan untuk dirubah oleh pemerintah Indonesia melalui Health Minister Special Meeting on Influenza A (H1N1) di Bangkok, Thailand. Pada kesempatan tersebut Indonesia mengusulkan agar badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) merevisi status pandemi. Hingga saat ini, dalam menetapkan status pandemi, WHO hanya berpatokan pada transmissibility (penularan antar manusia) saja. Seharusnya dalam menentukan parameter pandemi, dimasukkan juga faktor-faktor determinan klinis, seperti :
1. Morbiditas (angka kesakitan)
2. Mortalitas (kematian)
3. Determinan virologi berdasarkan gen sequensing yang menentukan tingkat keganasan virus.
Dengan peningkatan faktor-faktor penetapan status pandemi ini diharapkan suatu negara akan lebih leluasa dan lebih mudah menetapkan status ‘emergency’ maupun ‘extreme urgency’ yang diisyaratkan oleh declaration on TRIPs and public health. sehingga negara akan lebih mudah melaksanaan kebijakan akses terhadap obat-obatan esensial demi mencegah terjadinya wabah secara lebih meluas.

2. General Exception Terhadap Masalah-Masalah Yang Berkaitan Dengan Kesehatan
Terkadang untuk kepentingan nasionalnya suatu negara perlu mengeluarkan kebijakan publik yang berlawanan dengan ketentuan-ketentuan dan tujuan GATT, kesadaran ini diwujudkan dalam bentuk perkecualian-perkecualian umum (general exceptions), yaitu ketentuan yang mengijinkan negara anggota WTO untuk melakukan perkecualian dalam melakukan kewajiban dari ketentuan-ketentuan GATT untuk melindungi kepentingan publik di negaranya.
General exceptions atau perkecualian umum yang diatur melalui pasal XX dan XXI GATT memberikan peluang kepada negara anggota WTO untuk mengadakan perkecualian dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai anggota WTO sebagaimana tercantum dalam WTO agreement. Perkecualian umum ini dapat dilakukan sepanjang tidak menyalahi prinsip non diskriminasi dan tidak dilakukan secara sewenang-wenang ataupun sebagai bentuk pemberian hambatan bagi perdagangan internasional. Ray August menyatakan, “The general exceptions excuse a member state from complying with its GATT obligations so long as this is not done as a means of arbitrary or unjustifiable discriminations or as a disguised restrictions ....”
Perkecualian yang sangat umum biasanya adalah dengan memperbolehkan para pihak dalam perjanjian untuk menyimpang dari ketentuan-ketentuan perjanjian dengan beberapa alasan, yaitu :
a. General Exception, meliputi :
1) Kesehatan masyarakat (Public Health),
2) Perlindungan terhadap kehidupan dan kesehatan manusia dan hewan
3) Untuk menjamin ditaatinya hukum dan peraturan-peraturan yang konsisten dengan GATT,
4) Untuk melindungi keuangan negara,
5) Untuk melindungi konservasi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui,
6) Ketertiban umum dan moralitas, dan
7) Keamanan nasional.
b. Sector specific exception, meliputi :
1) Hak Kekayaan Intelektual
2) public procurement
3) Integrasi regional
c. Country Specific Exception, berkaitan dengan pengecualian terhadap MFN dan national treatment seperti AFTA dan OECD codes untuk liberalisasi perdagangan dan lain-lain.
d. Prinsip perlindungan Hak Asasi Manusia dan Lingkungan
Hal ini sebagai tanggapan terhadap MNCs yang menimbulkan ketidakadilan asasi bagi host country. Sejumlah fakta menggambarkan terjadinya ketimpangan sosial, tidak diakuinya hak-hak masyarakat lokal, rusaknya lingkungan hidup, rendahnya upah buruh, eksploitasi tenaga kerja anak dan perempuan, prostitusi dan permasalahan sosial lainnya.
Perkecualian-perkecualian tersebut dapat diterapkan sepanjang tidak dilakukan secara sewenang-wenang atau tidak diskriminasi yang tidak adil terhadap negara-negara dengan kondisi yang sama. Perkecualian-perkecualian tersebut juga diterapkan dalam beberapa perjanjian multilateral yang juga mencantumkan perkecualian-perkecualian untuk diterapkan negara-negara anggotanya sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Perjanjian-perjanjian tersebut antara lain adalah Trade Related Investment Measures (TRIMs), Asia Pacific Economic Co-oporation (APEC), North American Free Trade Area (NAFTA), The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar